Economic Development

Menjembatani kesenjangan keterampilan: Menumbuhkan karier dan ekonomi di Indonesia

June 12, 2023

Global

Menjembatani kesenjangan keterampilan: Menumbuhkan karier dan ekonomi di Indonesia

June 12, 2023

Global
Ritu Bhandari

Manager

Ritu Bhandari is a Manager with the Policy & Insights team at Economist Impact. She has over six years of experience working in a wide range of public policy topics including education, technology and sustainability. At Economist Impact, she manages research programs for private-sector, governments and NGO clients in Asia, covering topics like food security, climate & sustainability, and globalisation and trade. She holds a Master’s degree in Public Policy from Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore, where she specialised in economic policy analysis.

Menjembatani kesenjangan keterampilan: Menumbuhkan karier dan ekonomi di Indonesia

Economist Impact, yang didukung oleh Google, melaksanakan survei yang melibatkan 1,375 karyawan di Asia Pasifik (APAC), termasuk 100 karyawan dari Indonesia antara November 2022 dan Januari 2023. Lembaga tersebut juga mewawancarai perusahaan dan pakar industri di wilayah tersebut untuk memahami pandangan mereka tentang kesenjangan keterampilan, serta keinginan untuk melaksanakan reskilling (pelatihan bagi karyawan untuk memperoleh kemampuan baru) dan upskilling (pelatihan bagi karyawan untuk meningkatkan kemampuan yang sudah ada).

Para responden survei diambil dari 14 negara di Asia Pasifik, yang terdiri atas 11.8% Gen Z (lahir pada tahun 1997-2012), 63.2% Milenial (1981-96), dan 25% Gen X (1965-80). Mereka bekerja di berbagai industri.

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa di seluruh wilayah di Asia Pasifik, perusahaan dan karyawan sama-sama kurang memahami keterampilan di masa depan dan cara terbaik untuk mengembangkannya. Pada sebagian kasus, juga terdapat perbedaan ekspektasi antara apa yang diinginkan oleh perusahaan dan apa yang dipandang oleh karyawan sebagai hal yang penting. Memahami kesenjangan ini sangat penting dalam mewujudkan tenaga kerja yang siap untuk ekonomi di masa mendatang.

Artikel ini—salah satu dari seri 12 laporan negara—membedah berbagai masalah ini di Indonesia. Seri ini melengkapi makalah penelitian yang membahas tentang reskilling dan upskilling yang sangat penting di wilayah APAC.

 

Temuan utama

  • Karyawan Indonesia menganggap keterampilan digital (60%) merupakan area fokus utama untuk upskilling. Di antara semua ini, beberapa keterampilan digital dasar adalah hal utama bagi 88.3% pekerja Indonesia.
  • Seiring pemerataan digitalisasi, keterampilan yang lebih tinggi akan semakin dibutuhkan di setiap negara. Karyawan menganggap kemampuan analisis dan visualisasi data (56.7%), IT support(51.7%), serta pemasaran digital dan e-commerce (48.3%) adalah keterampilan teknologi tinggi yang sangat penting untuk dimiliki.
  • Para pekerja memiliki ekspektasi yangtinggi dari perusahaan mereka dan yakin bahwa perusahaan harus mendukung perkembangan mereka dengan menyediakan informasi tentang keterampilan (57%), melalui insentif finansial (54%), penghargaan (43%), dan mendukung kesehatan mental mereka (35%).

Indonesia adalah salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi internet tercepat di Asia Tenggara. Antara 2015 dan 2019, laju pertumbuhan rata-rata sektor teknologi di negara tersebut adalah 49% per tahun, di samping adopsi e-commerce oleh perusahaan besar dan kecil.1 Digitalisasi ekonomi ini telah memungkinkan tenaga kerja, terutama yang lebih muda, untuk berpartisipasi sebagai pekerja lepas, terutama di sektor transportasi dan pengantaran barang.2

Namun demikian, banyak yang tertinggal karena konektivitas internet yang tidak merata dan tingkat literasi yang rendah. Misalnya, sebagian besar pengguna internet terkonsentrasi di daerah pusat perkotaan dan berusia muda—hanya 21% yang berusia di atas 50 tahun.3 Berbagai masalah ini tidak hanya terjadi pada populasi yang berusia lebih tua, karena hampir seperempat anak-anak muda (22.5%) di Indonesia tidak mengenyam pendidikan, memiliki pekerjaan, atau mendapatkan pelatihan4. Selain itu, Bank Dunia memperkirakan bahwa hanya 19% orang-orang yang berusia 25-34 tahun lulus dari pendidikan tinggi pada 2021, jauh lebih rendah dari rata-rata global sebesar 47%.5

 

Masa depan ekonomi Indonesia adalah digital

Sebagian besar karyawan di Indonesia (60%) menganggap keterampilan digital adalah yang terpenting. Ini selaras dengan digitalisasi yang berlangsung di bidang ekonomi. Pekerja yang memiliki keterampilan digital di Indonesia diperkirakan memberikan kontribusi sebesar 303.4 miliar dolar AS terhadap PDB negara tersebut pada 2030, atau 16% dari PDB.6

Analisis pemerintah menunjukkan bahwa sektor teknologi yang berkembang dapat menciptakan 20 juta hingga 45 juta pekerjaan baru di Indonesia.7 Antara 2019 dan 2030, sektor non teknologi, seperti layanan profesional, manufaktur dan konstruksi, diperkirakan mengalami pertumbuhan tertinggi dalam hal kontribusi dari pekerja yang memiliki keterampilan digital, karena semua sektor ini semakin mengadopsi teknologi untuk meningkatkan produktivitas.8

 

Gambar 1: Keterampilan digital adalah prioritas utama bagi karyawan Indonesia

Kategori keterampilan mana yang menurut Anda paling penting bagi tenaga kerja di sektor Anda saat ini? (%)

Sumber: Economist Impact, 2023

Dalam kategori keterampilan digital yang luas, karyawan dalam survei kami memandang keterampilan digital tingkat tinggi, seperti analisis dan visualisasi data (56.7%), dukungan TI (51.7%), serta pemasaran digital dan e-commerce (48.3%) adalah keterampilan yang wajib dimiliki. Mereka juga memiliki pandangan yang sama untuk coding dan pemrograman (26.7%), serta kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan pembelajaran mesin (25%). Karena keterampilan tingkat tinggi ini dianggap penting, hal ini mungkin mencerminkan kesenjangan keterampilan, karena data yang diperoleh pada tahun 2020 menunjukkan bahwa kurang dari 1% tenaga kerja di Indonesiamemiliki keterampilan digital tingkat tinggi.9

Keterampilan digital tingkat tinggijuga menjadi semakin penting bagi beragam sektor. Misalnya, keterampilan analitik mahadata (big data) semakin banyak digunakan di sektor perbankan untuk memahami pola dan preferensi pengeluaran pelanggan, untuk melakukan penjualan silang produk, dan untuk mengatasi kecurangan.10 Demikian pula, AI diharapkan meningkatkan perawatan dan operasional di rumah sakit.11 Sementara itu, para petani mendapatkan manfaat dari berbagai cara, mulai dari sistem pemantauan waktu nyata dan prediksi dengan alat yang didukung oleh Internet of Things (Internet untuk Segala).12

Keamanan siber adalah keterampilan digital tingkat tinggi yang harus dimiliki bagi 36,7% karyawan, yang menunjukkan bahwa Indonesia menghadapi tantangan dalam hal risiko digital. Indonesiamenduduki peringkat tertinggi di Asia Tenggara dalam hal risiko siber dan menghadapi lebih dari 11 juta serangan pada kuartal pertama di tahun 2022.13

Walaupun keterampilan pelestarian lingkungan, seperti pelaporan keberlanjutan, manajemen bisnis berkelanjutan, dan manajemen rantai pasokan tidak dianggap lebih penting (15%), keterampilan ini akan semakin penting karena meningkatnya kekhawatiran terkait keberlanjutan di negara tersebut. Indonesia adalah salah satu negara yang paling terpapar oleh risiko iklim, dengan tingkat kerentanan yang tinggi terhadap semua jenis banjir dan panas ekstrem. 14

 

Gambar 2: Keterampilan digital tingkat tinggi, seperti analisis dan visualisasi data, serta dukungan TI wajib dimiliki

Sebutkan jenis keterampilan digital yang wajib dimiliki, sebaiknya dimiliki, atau tidak diperlukan bagi tenaga kerja di sektor Anda saat ini (%)

Sumber: Economist Impact, 2023

 

Infrastruktur dan biaya yang tinggi menghambat akses ke peningkatan keterampilan

Karyawan di Indonesia sangat termotivasi untuk memperoleh keterampilan baru. Hampir separuh (49%) karyawan setuju bahwa upskilling atau reskilling berdampak tinggi terhadap peningkatan kinerja dalam pekerjaan mereka saat ini, dan 54% menyatakan bahwa hal tersebut berdampak tinggi dalam mengeksplorasi peran baru dan bidang minat mereka. Lebih dari satu dalam empat (27%) karyawan mengatakan bahwa akses internet yang buruk merupakan hambatan dalam memperoleh keterampilan digital yang baru. Nila Marita, direktur dan kepala urusan eksternal di GoTo—perusahaan induk dari dua perusahaan rintisan di Indonesia, Gojek and Tokopedia—setuju bahwa konektivitas internet “sangat penting untuk memperluas akses ke kesempatan belajar dan menjembatani kesenjangan ini agar lebih banyak penduduk Indonesia yang memperoleh keterampilan digital.” Mengatasi masalah akses adalah hal yang penting, karena karyawan memanfaatkan pelatihan online untuk belajar. Malahan, 54% karyawan mengatakan bahwa mereka memperoleh keterampilan digital di luar tempat kerja melalui pelatihan online.

Biaya yang tinggi (42%) juga merupakan hambatan utama bagi penduduk Indonesia untuk memperoleh keterampilan digital, dan perusahaan tidak cukup berinvestasi dalam menyediakan pelatihan bagi para pekerja.15 Selain itu, Indonesia memiliki sektor informal yang besar, yang menjadi mata pencaharian pekerja berpendapatan rendah, sehingga menimbulkan tantangan bagi karyawan untuk mengikuti program peningkatan keterampilan dan bagi pemerintah untuk menjangkau mereka.16 17

 

Gambar 3: Hambatan utama peningkatan keterampilan bagi karyawan di seluruh jenis keterampilan

Apa saja tiga hambatan utama yang Anda hadapi dalam mempelajari keterampilan baru? (%)                            

 

 

 

Sumber: Economist Impact, 2023

Tantangan lain yang disebutkan karyawan di sebagian besar keterampilan adalah tidak adanya waktu untuk mengikuti pelatihan baru. Para pekerja Indonesia menyatakan bahwa mereka memiliki beban kerja yang lebih tinggi setelah pandemi covid-19.18 Hal ini juga menunjukkan bahwa semakin pentingnya keterampilan manajemen mandiri, seperti manajemen waktu, resiliensi, dan toleransi terhadap stres (49%) bagi karyawan yang dilibatkan dalam survei kami.

 

Ekspektasi tinggi dari perusahaan

Menurut karyawan, perusahaan wajib mendukung perkembangan mereka di setiap kategori, selain menyediakan akses ke program peningkatan keterampilan yang beragam. Secara khusus, karyawan memandang perusahaan sebagai sumber utama informasi tentang keterampilan (57%), insentif finansial (54%), penghargaan (43%), dan dukungan bagi kesejahteraan mereka (35%).

Perusahaan dapat mengatasi berbagai hambatan yang dihadapi karyawan, seperti biaya yang tinggi dan keterbatasan waktu dengan menyubsidi akses ke program pelatihan dan mengintegrasikan lebih banyak sesi pelatihan di tempat kerja. “Baik pemerintah maupun sektor swasta di Indonesia telah meningkatkan upaya untuk mengembangkan kumpulan talenta beberapa tahun belakangan ini,” kata Marita dari GoTo. Misalnya, organisasi dan pemerintah meningkatkan kolaborasi dengan universitas untuk membekali mahasiswa dengan keterampilan yang diperlukan. Perusahaan swasta juga berupaya meningkatkan kemampuan instruktur dan bekerja sama dengan mereka untuk merancang kurikulum berdasarkan kebutuhan keterampilan perusahaan.

 

Gambar 4: Perusahaan dianggap paling bertanggung jawab untuk melaksanakan upskilling bagi penduduk Indonesia

Menurut Anda, siapa yang bertanggung jawab dalam mendukung karyawan terkait masalah-masalah berikut? (%)

Sumber: Economist Impact, 2023

Tujuh puluh tujuh persen, atau lebih tinggi dari rata-rata regional (66.5%), meyakini bahwa perusahaan saat ini lebih condong ke perekrutan berbasis keterampilan dibandingkan kualifikasi di atas kertas. Dalam konteks ini, upaya yang dilakukan pemerintah, lembaga pendidikan, dan perusahaan untuk mengomunikasikan keterampilan yang diperlukan, akan membantu tenaga kerja memprioritaskan keterampilan yang akan dipelajari. Sementara sebagian besar pekerja mengandalkan media sosial dan iklan (73%) untuk memperoleh informasi tentang keterampilan yang penting, program kesadaran pemerintah juga merupakan sumber penting bagi 50% karyawan.

 

Kolaborasi antarpemangku kepentingan adalah kunci untuk mengatasi kesenjangan keterampilan

Mengatasi kesenjangan akses dan infrastruktur adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam mewujudkan potensi ekonomi digital Indonesia. Pemerintah telah melakukan upaya untuk mengatasi sejumlah masalah ini melalui berbagai program, seperti Kartu Prakerja, program upskilling online yang bertujuan memberikan pelatihan bagi satu juta orang dewasa menganggur dan berpendapatan rendah berusia 18-64 tahun.19 20 Program tersebut diselenggarakan dengan pendekatan menyeluruh, memberikan akses ke subsidi upskilling dan reskilling, pelatihan, dan lapangan kerja. Subsidi juga dapat bermanfaat dalam mendorong penyerapan keterampilan pelestarian lingkungan, yang menjadi motivasi terbesar untuk memperoleh keterampilan ini bagi satu dari tiga karyawan yang mengikuti survei. Program lain yang dilaksanakan oleh Kemeterian Komunikasi dan Informatika adalah Beasiswa Talenta Digital (Digital Talent Scholarship/DTS). Program tersebut bertujuan mengembangkan keterampilan dan meningkatkan daya saing tenaga kerja di Indonesia di sektor teknologi informasi dan komunikasi.21

Agar Indonesia dapat memaksimalkan potensi pemerolehan keterampilan digital, negara tersebut harus memperluas kesempatan ini bagi pekerja di usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menaungi 97% tenaga kerja di negara tersebut.22

Program pemerintah lain adalah Making Indonesia 4.0, sebuah peta jalan yang diluncurkan pada 2018 untuk mengakselerasi digitalisasi.23 Sejumlah elemen peta jalan ini disiapkan untuk membekali karyawan dengan pelatihan dan reskilling, karena teknologi semakin menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam proses industri. Selain itu, harus ada upaya untuk memperluas pemerataan akses ke peluang pengembangan keterampilan digital guna mengatasi kesenjangan keterampilan.


16 Secara umum, ekonomi informal merujuk pada ekonomi yang tidak terdaftar, yang berarti bahwa mereka tidak mendapatkan atau tidak cukup mendapatkan tunjangan kerja formal. Perusahaan pada umumnya tidak mematuhi peraturan, karena para pekerja tersebut tidak digolongkan secara resmi sebagai karyawan, sehingga membatasi akses mereka ke layanan pemerintah, termasuk kesejahteraan, perlindungan hak pekerja, dan program publik. Di Indonesia, 60% karyawan dipekerjakan oleh sektor informal dan memberikan kontribusi sebesar 22,7% terhadap PDB nasional (776 miliar dolar AS).

Enjoy in-depth insights and expert analysis - subscribe to our Perspectives newsletter, delivered every week